The Billionaire – Pantang Menyerah ala Tao Kae Noi (Pengusaha Muda)
Top Ittipat (yang asli) dengan Poster The Billionaire
Top Ittipat, film yang dibuat
berdasarkan kisah nyatanya, Akhirnya saya bisa menontonnnya .
Yang menarik, seperti Slumdog Millionaire, alur dibuka dengan memundurkan cerita…. baru di tengah jalan, alur cerita kembali maju.
Bermula dari Game Online
Seperti yang diceritakan banyak orang, di usia 16
Tahun Top adalah seorang pecandu game online. Dan seperti teman saya
(Yang tidak bisa saya sebutkan namanya *heheh), Top mendapatkan
uang dari menjual item senjata – senjata yang dia miliki di game
online. Pundi – pundi Baht di rekeningnya terus bertambah hingga Top
dapat membeli sebuah mobil. Karena ini ilegal, tentu saja tidak bertahan
lama. Rekening game onlinenya diblokir. Di saat yang bersamaan,
keluarganya bangkrut, dan karena sibuk dengan game onlinenya Top tidak
lulus ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri.
Orang tuanya bersikukuh agar Top kuliah, bahkan
ayahnya yang tadinya marah besar setuju untuk membiayai kuliah Top di
Universitas Swasta. Tapi namanya anak muda, jiwa menggelora. Top menolak
uang ayahnya dan berusaha membiayai kuliahnya sendiri dan mulai
berbisnis.
Jatuh Bangun, Bisnis = Kerja Keras
Bisnis pertamanya dimulai dengan berjualan DVD. Uang
sisa tabungan game onlinenya, dibelikan beberapa DVD Player. Pelajaran
pertamanya tentang bisnis adalah “Tertipu”. DVD Player yang dijualnya
ternyata produk palsu.
Kerja keras itu Berkorban Tenaga juga
Bisnis kedua yang digelutinya adalah berjualan Kacang
Goreng ala Thailand. Oya, sembari mengelola bisnis keduanya ini Top pun
berkuliah di sebuah Universitas Swasta demi Ibunya. Tapi karena sibuk
berbisnis, Top sering absen dan akhirnya dikeluarkan oleh pihak kampus.
Pelajaran yang bisa diambil di bisnis keduanya ini adalah, Bisnis tetap
harus pakai Iman dan tidak boleh mengabaikan Tuhan. Hal ini terlihat
dari adegan dimana Top awalnya marah melihat pamannya menaruh patung
Dewi Kwan Im di gerobak Kacang Gorengnya.
Seperti yang saya rasakan, belajar sesungguhnya bukan
di kampus. Tapi di lapangan. Saya belajar tentang mengelola proyek
website berikut pemrograman justru di meja kerja bukan di bangku kuliah.
Begitu juga dengan Top. Belajar bisnis yang sesungguhnya ia dapatkan
ketika berada di luar kampus : di tempat parkir, di pintu masuk Mall, di
pasar hingga di pinggir jalan. Top belajar banyak strategi pemasaran
hingga eksperimen mendapatkan resep terbaik bagi produk kacang
gorengnya.
Belajar dimana saja dan pada siapa saja
Bisnis keduanya yang semula bagus dan segera memiliki
banyak cabang akhirnya harus tutup juga, karena hal kecil yang
dinamakan Salah Perhitungan
Masalah yang semula tak pernah dibayangkan muncul juga. Top pun harus
mengakhiri bisnis kacang gorengnya karena pemilik Mal membatalkan
kontrak setelah mesin pembuat kacang gorengnya mengotori langit – langit
Mal. Top hampir putus asa, ditambah orang tuanya memutuskan untuk
pindak ke China.
Oya, ada satu adegan yang membuat saya belajar bahwa
ternyata kejujuran itu adalah hal yang utama, terlebih dalam bisnis. Top
yang sejak membeli mobil berani melakukan penyuapan pada satpam, harus
“tertampar” ketika seorang satpam Mal yang disogoknya dengan Uang agar
memberi kesempatan untuk lebih lama menyelesaikan pekerjaannya, berkata
pada Ibunya :
“Bu, apakah dia putra Anda? Tolong ajarkan dia tentang Kejujuran dan Tanggung Jawab.”
Dan saya harus bilang WOW lagi (Sambil goyang itik).
Jujur dan Tanggung Jawab dua hal yang dicontohkan oleh seorang petugas
keamanan untuk tetap tidak menerima sogokan dan bertanggung jawab atas
amanah yang diberikan padanya.
Bersama Kesulitan ada Kemudahan
Setelah gagal di bisnis kacang goreng, Top beralih ke
camilan rumput laut. Kali ini dia hanya berjualan saja di Mal. Untuk
proses masak memasak, dilakukan di rumah. Bisnis ini pun berkembang
pesat sehingga Top yang terngiang – ngiang dengan materi kuliah dosennya
memiliki “nafsu” yang besar untuk mengembangkan bisnisnya agar
produknya terkenal dan berpenghasilan besar.
Top pun berusaha menjalin kerja sama dengan jaringan
minimarket 7-Eleven. Namun, tidak seperti yang dibayangkan. Kerja keras
Top tidak langsung berbuah. Top harus meyakinkan pihak 7-Eleven dengan
menginovasi kemasan produk hingga mendirikan pabrik agar sesuai dengan
standar dari 7-Eleven.
Belajar dari pengalaman sebelumnya terutama tentang
Tanggung Jawab dan Kejujuran, Top yang hampir putus asa karena setelah
inspeksi dari GMP (Sejenis BPPOM mungkin kalau di Indonesia) dan pihak
7-ELeven, akhirnya dapat tersenyum lega dengan keoptimisannya bahwa
produknya akhirnya dapat dipasarkan ke lebih dari 6000 jaringan
7-Eleven.
2 tahun kemudian, Top dapat membayar hutang kedua
orang tuanya dan mengembalikan mereka ke rumah yang telah disita oleh
pihak Bank.
Jika kita berpikir Sukses, kita akan Sukses
Dua kalimat yang terus terngiang di telinga Top adalah : Jika kita berpikir sukses, maka kita akan sukses. Begitu juga jika berpikir kaya, kita akan kaya.
Sebenarnya ini sejalan dengan salah satu ayat Al-Qur’an yang menegaskan
bahwa Allah SWT itu sesuai dengan prasangka hambaNya. Jika kita
beprasangka baik, pasti hasilnya akan baik.
Top membuktikannya dengan mengorbankan banyak hal seperti waktu, tenaga, hingga kekasih (Oya di film ada cerita tentang pacar
Top yang kemudian meninggalkannya karena Top sibuk dengan bisnis). Tapi
semuanya terbalaskan dengan kesuksesan yang ia dapatkan. Dari Top juga,
kita dapat belajar tentang Sabar (terus optimis ketika orang tuanya
bangkrut dan usahanya gagal), Pantang Menyerah (terus berusaha), dan
Tidak melupakan Tuhan (mengiringi usaha dengan doa dan Ibadah).
Semoga kita semua bisa mencontoh kerja keras Top dan bisa sukses sepertinya. Amin…
Sumber gambar : google.com
http://bangsaid.com
0 comments
Silahkan Beri Komentar Saudara...