Selamat membaca
Dahlan Iskan: Risiko Dihujat
semoga bermanfaat

judul widget leftbar

IP free counters

Label

My Blog List ( DO FOLLOW )

algredekiyah@gmail.com. Powered by Blogger.

Popular Posts

Followers

Categories

Dahlan Iskan: Risiko Dihujat

I'll Share Everything I Know

Dahlan Iskan: Risiko Dihujat

Listrik di Bandara Soekarno-
Hatta, Jakarta, padam. Heboh.
Ribuan penumpang ngomel,
marah, dan menghujat.
Terutama menghujat PLN. Dan
juga tentu menghujat saya.
Apalagi, mati listrik itu terjadi
pada waktu puncak-puncaknya:
menjelang jam penerbangan
pertama, di hari Jumat yang lebih
ramai daripada hari apa pun,
dan menjelang bulan puasa
ketika banyak orang akan
melakukan perjalanan suci
berbakti kepada orang tua,
termasuk ke kuburan mereka.
Nama PLN yang selama ini sudah
buruk itu hancur lebur di
Bandara Soekarno-Hatta pagi
itu. Bahkan, hancur di mata
seluruh bangsa Indonesia.
Sebuah headline surat kabar
yang memang biasa mengkritik
PLN menulis: Byar-pet telah
memalukan bangsa!
Sungguh masuk akal bila hari itu
tidak ada satu pun orang yang
berpikir bahwa mati lampu di
bandara tersebut bukan
kesalahan PLN. Masuk akal juga
kalau tidak ada yang berpikir
bahwa bisa saja instalasi listrik di
dalam bandara itulah yang
mengalami gangguan. Bahkan
aneh sekali. Mengapa UPS yang
mestinya otomatis mengambil
alih daya listrik secara darurat itu
tidak berfungsi.
Begitulah hukum alam. Seorang
koruptor yang istrinya dua dan
rumahnya mewah akan kelihatan
lebih jahat daripada seorang
koruptor yang lebih besar, tapi
istrinya satu dan rumahnya biasa
saja karena berhasil menyimpan
uangnya di luar negeri yang
tidak ketahuan siapa pun.
Ada cerita lainnya: kontraktor
Jepang, Mitsubishi, mengerjakan
pemborongan pembaruan
pembangkit listrik di Muara
Karang, Jakarta. Alat beratnya
menghantam instalasi listrik dan
membuat sebagian kawasan
Jakarta padam. Hari itu nama
PLN juga babak belur.
Masyarakat Jakarta sudah
trauma. Bisa-bisa akan berbulan-
bulan lagi terjadi pemadaman
bergilir. Meski hari itu listrik bisa
dipulihkan dalam waktu lima
jam, nama sudah telanjur
hancur.
Orang tahunya PLN itu memang
sudah parah. Tidak mungkin
Mitsubishi bisa salah. Pasti PLN
yang salah. Apalagi, pihak
Mitsubishi yang semula sudah
setuju untuk meminta maaf
secara terbuka ke publik
akhirnya menolak. Alasannya,
kantor pusatnya di Tokyo tidak
setuju. Saya memaklumi alasan
itu karena begitu perusahaan itu
meminta maaf akan sangat
rawan gugatan. Siapa pun yang
menggugat, Mistubishi akan
langsung kalah. Sudah meminta
maaf berarti sudah mengakui
berbuat salah. Di mata Mitsubishi
barangkali muncul logika ini:
sekalian saja biar PLN yang salah.
Di kota Pematang Siantar
(Sumatera Utara), masyarakat
yang baru saja menikmati
hilangnya pemadaman bergilir
bertahun-tahun menghujat PLN
lagi. Kali ini listrik di kota itu
memang padam cukup luas. PLN
hanya bisa menerima hujatan itu,
meski mati lampu tersebut sama
sekali tidak disangka-sangka.
Hari itu seseorang yang lagi
marah mengamuk membabi-
buta. Itu terjadi karena jaringan
di rumahnya diputus akibat
ketahuan mencuri listrik. Diam-
diam dia pergi ke suatu tempat
yang vital. Mengamuk dan
memutuskan jaringan penting
listrik di sana. Polisi memang
berhasil menangkap orang
tersebut, tapi kekecewaan
masyarakat yang listriknya mati
tidak terobati.
Di Cianjur Selatan (Jawa Barat),
masyarakat juga marah. Hari itu
hujan angin luar biasa hebatnya.
Disertai petir dan halilintar.
Jaringan di Cianjur Selatan putus.
Pemulihannya memerlukan
waktu lebih dari lima jam.
Kali ini PLN benar-benar salah.
Setelah diperiksa, ternyata
jaringan ini terlalu panjang tanpa
dipasangi LBS di tengah-
tengahnya. Jaringan itu
panjangnya 15 kilometer tanpa
LBS sama sekali. Seharusnya,
setidaknya di tiap 3 kilometer
dipasangi LBS. Dengan demikian,
kalaupun listrik mati karena
bencana alam, perbaikannya
akan lebih cepat. Tidak harus
membutuhkan waktu lebih dari
lima jam seperti itu. Bahwa
petugas harus memulihkan
jaringan itu sambil mengarungi
hujan badai, itu sudah biasa.
Tapi, bahwa tidak ada LBS di
tengah-tengah jaringan panjang
itu memang kesalahan sistem di
PLN.
Setelah kejadian itu, PLN di
seluruh Indonesia diminta untuk
memeriksa di mana saja ada
jaringan yang terlalu panjang
yang tidak dipasangi LBS.
Rasanya tidak perlu dijelaskan
apa itu LBS karena begitu
banyak peralatan listrik yang
memang sulit dijelaskan. Dan
tidak perlu. Yang penting listrik
jangan mati.
Ternyata memang banyak listrik
mati akibat kesalahan sistem PLN
seperti itu.
Yang terakhir ini kesalahan saya
juga: Waktu saya ke Istana Bogor
Jumat lalu, saya menyempatkan
diri menemui dan berdialog
dengan karyawan PLN di Bogor.
Hari sudah malam. Di luar lagi
hujan deras. Saat itulah radio
panggil petugas PLN bersuara:
Lima tiang listrik di lereng
Gunung Salak roboh. Saya
bertanya, jam berapa ini. Sekitar
jam 22.00.
Saya terus mendengarkan dialog
di pesawat komunikasi itu.
Suaranya agak kurang jelas.
Rupanya petugas di sisi sana lagi
di tengah-tengah hujan. Dia
sudah berusaha untuk bersuara
sekeras mungkin, tapi masih
kalah dengan suara angin ribut.
''Jurangnya dalam sekali,'' bunyi
suara di radio komunikasi itu.
Dari seberang sana terdengar
pertanyaan apa yang harus
diperbuat. Jiwa saya terbelah. Di
satu pihak saya membayangkan
alangkah menderitanya
masyarakat yang listriknya
padam di lereng Gunung Salak
itu. Di lain pihak saya bergulat
dengan perasaan: Akankah saya
memaksa petugas itu
memulihkan tiang listrik di bibir
jurang yang dalam di tengah
kegelapan malam yang berhujan
itu? Akankah saya harus
mengorbankan jiwa mereka?
Saya tercenung agak lama.
Kadang sebuah keputusan
begitu sulitnya.
Bahwa PLN dan saya dihujat,
baik akibat kesalahan sendiri
maupun bukan, tidak bisa
dihindari. Tidak ada resep yang
lebih baik kecuali terus bekerja
keras.
Saya hanya ingat ketika awal-
awal membenahi Jawa Pos pada
1982. Waktu itu begitu lemahnya
Jawa Pos sehingga orang
Surabaya sendiri tidak tahu di
mana alamat Jawa Pos di Jalan
Kembang Jepun itu.
''Di mana sih Jawa Pos itu?''
''Di depan Bank Karman,'' jawab
saya.
Bank Karman. Begitu kecilnya
bank itu, tapi masih lebih
terkenal daripada Jawa Pos.
Maka timbul dendam dalam jiwa
saya: saya harus membuat Jawa
Pos setidaknya akan menjadi
lebih terkenal daripada Bank
Karman! Kalau suatu saat ada
yang bertanya di mana itu Bank
Karman, akan saya jawab
dengan gagah berani: di depan
Jawa Pos!
Dendam yang sama kini muncul
di jiwa saya. Saya harus
membuat PLN lebih terkenal
daripada Bandara Soekarno
Hatta. Dengan demikian, kalau
suatu saat ada mati lampu lagi di
Bandara Soekarno-Hatta, orang
tidak lagi menghujat PLN.
Saya serahkan kepada-Nya
mengenai hasilnya.
(*)
Dahlan Iskan, Dirut PLN

0 comments

Silahkan Beri Komentar Saudara...

Elingo

Galeri








Tamu

Template Oleh trikmudahseo